Pangkep, Warta Polri – Sebanyak 10 nelayan asal Kabupaten Pangkep yang sebelumnya diamankan karena diduga menggunakan alat tangkap terlarang berupa cantrang, kini tidak lagi berada di sel tahanan Polres Pangkep. Keberadaan mereka masih menjadi misteri lantaran pihak Polairud dan Polres Pangkep belum memberikan keterangan resmi.
Para nelayan tersebut diamankan oleh Satuan Polisi Air dan Udara (Polairud) Polres Pangkep dalam operasi penertiban di wilayah perairan Liukang Tupabbiring.
Mereka diduga melakukan praktik illegal fishing menggunakan cantrang, alat tangkap yang dilarang karena merusak ekosistem laut.
Saat diamankan, para nelayan telah ditetapkan sebagai tersangka dan dititipkan di ruang tahanan Polres Pangkep. Namun, beberapa hari kemudian mereka sudah tidak lagi berada di lokasi tersebut.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, 10 nelayan itu telah dibebaskan, meskipun belum jelas apakah mereka masih dalam proses penyidikan atau sudah dinyatakan bebas sepenuhnya.
Ketika dikonfirmasi oleh wartawan pada Rabu (9/4/2025), AKP Nompo, perwira yang sebelumnya aktif memberikan keterangan terkait kasus ini, menolak berkomentar. Ia hanya menyarankan agar media menghubungi bagian Humas Polres Pangkep.
“Maaf ya pak, langsungmiki di Humas Polres Pangkep,” ujar Nompo singkat melalui pesan WhatsApp.
Namun tak lama berselang, wartawan tidak lagi dapat menghubungi Nompo. Pesan yang dikirimkan tidak terkirim dan nomor kontak yang bersangkutan tampak telah memblokir akses komunikasi.
Padahal, dalam konferensi pers pada Selasa (18/3/2025) lalu, AKP Nompo dengan tegas menyatakan bahwa penggunaan cantrang merupakan pelanggaran berat terhadap hukum perikanan dan mengancam keberlanjutan biota laut.
“Cantrang ini merugikan ekosistem karena apapun biota laut, baik ukuran kecil yang memungkinkan berkembang biak juga ikut dirusak, sehingga kami lakukan penindakan secara tegas,” ujarnya waktu itu.
Ia juga mengungkapkan bahwa para nelayan telah menggunakan cantrang selama sekitar 10 tahun di wilayah perairan Liukang Tupabbiring. Dalam operasi penertiban, polisi menyita satu unit kapal, satu set alat tangkap cantrang, serta hasil tangkapan ikan. Para tersangka dijerat dengan ancaman pidana maksimal lima tahun penjara dan denda hingga Rp2 miliar.
Kini, pembebasan para nelayan tanpa penjelasan memunculkan tanda tanya besar di tengah masyarakat mengenai konsistensi dan transparansi penegakan hukum oleh aparat kepolisian.
Saat ditemui secara terpisah, seorang anggota Humas Polres Pangkep mengaku tidak mengetahui secara rinci perkembangan kasus ini. Ia hanya membenarkan bahwa para nelayan memang pernah diamankan di Polres Pangkep, dan menyarankan media untuk menghubungi penyidik Polairud.
Hingga berita ini diturunkan, awak media masih menunggu keterangan resmi dari pihak kepolisian terkait status hukum 10 nelayan tersebut.
(Bang Onil)